Sunday, May 20, 2007

bakul rasa




Siapapun bisa merasakannya. Entah sebagai penerus jejak feminitas nenek Hawa maupun pemeran jejak-jejak turunan Nabi Adam alaihissalam di muka bumi yang hampir sekarat ini. Karena ia adalah entitas potensial di setiap pemilik wadah rasa ini. Ia adalah rasa cinta. Rasa cinta lebih pas ditiup menguap dan menghabluri kedirian kita dengan pengungkapan yang unik bagi dirinya. Karena mekanisme verbal tak begitu canggih.

Ia bak gemuruh yang berpusar dalam ruang sempit. Menghendaki sebuah cipratan yang mengaktual tak sekedar prosesi hening semadi yang mengaratkan diri. Ia bergerak dalam ritme yang beriringan dengan imaji eksternal kita. Imaji yang berkelebat menenun selaksa harap dan cita. Karena ia tak tega membiarkan takdir eksistensialnya membusuk dalam ketiadaan rasa. Ia adalah capung dengan sepasang sayap mungilnya memerankan poter geliat progresif dari keberadaan diri yangt mengerlingkan sensasi alamiahnya terhadap pesona-pesona ekologis di sekitar derasan air sungai. Sebuah pertunjukan hasrat untuk keberlanjutan eksistensinya. Liukan segmen tubuhnya bercengkerama dengan ademnya uap sungai nun jernih. Berselancar dalam tarian kesuburan alam semesta.

Rasa adalah pohon misteri. Ia memiliki cabang dan sulur-sulur yang senantiasa menumbuh. Akan semakin banyak, bertambah dan melanjutkan rambahannya menusuk pori langit. Intensionalitasnya dengan entitas rasa di luar dirinya menambahkan asupan nuitrisi intuitif. Ia akan merimbun dalam pesona jiwa yang kaya. Menjadi sesuatu yang terasa 'aneh'.

Rasa cinta kan selalu meresonansi dari dawai-dawai intuisi. Rasa cinta terpilin dalam bakul keindahan. Ia menginginkan gerak. Bak laron yang merindu seringai mentari, bangkit menelusuri lekuk bebatuan dari kolong bumi dengan tekad dan kerinduan. Ia menuju limit 'indah'. Begitupun rasa cinta kita. Tatkala sekelebat makhluk yang memiliki pasang mata menarik dan rambut menjuntai dalam kelebaman yang mewangi di hadapan mata Adam kita menyapa dengan isyarat-isyarat keindahannya, kita akan terhuyung dalam sebuah ekstase cinta, menikmati jamuan sayang dan kenduri rindu, meski hanya dalam ekspresi masokisme cinta.